BAB II KAJIAN TEORITIS SOFT SKILL


BAB II
KAJIAN TEORITIS SOFT SKILL
What : Apa tema yang ditulis ini ?

Why : Mengapa perlu ? Jawab: Karena sering dilupakan, maka perlu disegarkan kembali agar menjadi pedoman setiap kali menulis
Where : Dari mana dapat pencerahannya

When : Kapan dapat pencerahan ? Jawabnya : sore ini  (10/4/12)
Who : Siapa yang sering melupakan ? Jawabnya : Saya

How : Bagaimana cara penerapannya ?

1. Footnote untuk Buku
Contoh Footnote => Agus Mustofa, Pusaran Energi Ka'bah (Surabaya: PADMA Press, 2008), hal.50.

2. Footnote untuk Internet
Contoh Footnote => Jamaluddin, "Format Penulisan Blog", dalam http://jamal-merdeka.com

3. Footnote untuk Jurnal
Contoh Footnote => Jamaluddin, "Pengembangan Intelektual", Jurnal KARSA, Volume V, 34 (Oktober 2012).

4. Footnote untuk Wawancara
Contoh Footnote => SIhabullah, Perkembangan Gender, Pamekasan, 20 Oktober 2012.

5. Footnote untuk Koran/Surat
Contoh Footnote => Ibrahim, Mencari Tuhan, Sampang (27 Oktober 2012).

6. Footnote untuk Al-Qur'an
Contoh Footnote => Al-Qur'an, 2 (Al-Baqarah): 20.

Nilai moral yang bersumber pada budaya dan tradisi pada suatu bangsa dan suatu waktu yang kemungkinan besar akan berbeda dengan berbedanya bangsa dan waktu. Nilai-nilai moral demikian sangat jauh tidak bertentangan dengan ajaran wahyu.[1]
Dalam mengajar seorang pendidik dituntut memiliki intelektualitas yang tinggi agar dapat menciptakan situasi yang mendorong murid menguasai ilmu yang diajarkan dan meningkatkan situasi yang mendorong murid menguasai ilmu yang diajarkan dan meningkatkan prestasi belajar mereka. Sebaliknya lemah tingkat intelektual pendidik akan menyebabkan turunnya prestasi anak. Pekerjaan mendidik tidak dapat dilakukan secara sembarangan saja, akan tetapi membutuhkan pengetahuan yang memadai dan harus mengerti betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran serta ilmu pengetahuan lain.[2]

A.   Makna Soft Skill dan Budaya Sekolah
Skill itu adalah termasuk salah satu kedalam aspek visi dan misi pendidikan. Hal ini sesuai sesuai dengan pendapat Mulyana. Kemampuan (skill) adalah suatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.[3]
Soft skill adalah suatu kemampuan, bakat atau keterampilan yang ada di dalam diri setiap manusia. Soft skill berupa kemampuan yang dilakukan dengan cara tidak teknis, artinya tidak berbentuk wujudnya. Soft skill terbagi dua yaitu soft skill personal, soft skill interpersonal.[4]
Soft skill personal adalah kemampuan yang dimanfaatkan untuk kepentingan diri sendiri seperti: dapat menerima kritikan dari orang lain, dapat mengendalikan emosi dalam diri, dapat menerima nasehat orang lain, mampu mengatur waktu dengan sebaik mungkin, dan berpikir positif. Kemudian yang dimaksud soft skill inter personal adalah kemampuan yang dimanfaatkan untuk diri sendiri dan juga untuk orang lain disekitarnya seperti: kemampuan berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain.
Soft skill merupakan kecerdasan emosional dan kecerdasan sosial (emotional inteligence quotient) yang sangat penting untuk melengkapi hard skill atau kecerdasan intelektual (intelligence quotient). Soft skill itu berhubungan dengan karakter pribadi seseorang yang dapat meningkatkan interaksi individu. Soft skill itu berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara efektif dengan sesamanya baik di dalam dan di luar sekolah.
Soft skill adalah bentuk kompetensi perilaku sehingga dikenal pula sebagai keterampilan interpersonal atau people skill, yang mencakup keterampilan komunikasi, resolusi konflik untuk  memberikan pemahaman yang baru dan strategis guna membantu penyelesaian konflik sosial, politik, ekonomi baik yang mencakup pemahaman yang bersifat filosofis dan teoritis mengenai perdamaian, disamping juga memberikan kemampuan praktis dalam menghadapi konflik-konflik dalam masyarakat. Kemudian kemampuan dalam bernegosiasi, pemecahan masalah secara kreatif, pemikiran yang strategis, membangun sebuah tim, keterampilan mempengaruhi dan keterampilan memberi sebuah gagasan atau ide.
Orang yang mempunyai soft skill tinggi adalah orang yang berbudi pekerti, yang mampu mengontrol emosinya dan itu tergambar dalam budi bahasanya, dalam caranya berkomunikasi, perilakunya, mempunyai integritas tinggi, tenggang rasa dan toleransi tinggi. Tidak seperti hard skill yang berkenaan dengan kemampuan menyerap ilmu atau keahlian dan kemampuan untuk melakukan jenis tugas atau kegiatan tertentu.
Seperti halnya kutipan yang di kutip Siti Hawa dalam buku Syaikh Muhammad Ridha dengan judul Hasan & Husin penghulu Pemuda Syurga menjelaskan akhlak dan kemulian Hasan Husein dalam menyikapi berbagai hal. Dia tidak pernah mencela seseorang karena kesalahannya. Hal ini menurutp penulis adalah salah satu soft skill yang tinggi.[5]
Hard skill menggambarkan perilaku dan keterampilan yang dapat dilihat oleh mata. Hard skill adalah skill yang dapat menghasilkan sesuatu yang sifatnya memandang kedepan serta dapat dinilai dari tes dan praktek. Unsur hard skill dapat dilihat dari kemampuan menghitung, menganalisa, mendesain, wawasan dan pengetahuan yang luas yang akan membuat sebuah model serta kritis. Hard skill lebih terkait dengan kemampuan seseorang secara teknis dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu menurut profesi masing-masing. Sementara itu, soft skill merujuk kepada indikator seperti kreativitas, sensitifitas, dan intuisi yang lebih mengarah pada kualitas personal yang berada di balik prilaku seseorang.
Pendidikan kita masih bergaya hard skill, mereka akan menjadi mesin karena penguasaan keterampilan tetapi lemah dalam memimpin kurang mampu memberikan pendidikan soft skill yang mengakibatkan lulusan hanya pandai menghafal pelajaran dan sedikit punya keterampilan ketika sudah di lapangan kerja.
Nasir Budiman mengemukakan bahwa dengan menghafal, nasehat atau ceramah, hal ini kurang berhasil karena banyak subjek didik sekedar tahu dan hafal, namun tingkah lakunya belum tentu sejalan dengan nilai yang semestinya dia miliki. Kelemahan lainnya, guru tidak melatih subjek didik agar nilai-nilai moral itu benar-benar menjadi milik mereka.[6]
Landasan yang mengacu pada kemampuan mengaktualkan dan mengorganisasi berbagai kemampuan yang ada pada masing-masing individu dalam suatu keteraturan menuju suatu tujuan bersama. Maksudnya bahwa untuk bisa menjadi seseorang yang diinginkan dan bisa hidup berdampingan bersama orang lain baik di tempat kerja maupun dimasyarakat, maka harus mengembangkan sikap toleransi, simpati, empati, dan etika.
Soft skill yaitu perilaku personal dan interpersonal yang mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia seperti membangun sebuah tim, mengambil  keputusan, memberikan sebuah inisiatif, dan berkomunikasi dengan baik. Seperti keterampilan merakit komputer tidak masuk ke dalam keterampilan teknis Soft skill. Dengan kata lain, soft skill mencakup keterampilan non-teknis, keterampilan yang dapat melengkapi kemampuan akademik, dan kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap orang, apa pun profesi yang ditekuni.
Contoh soft skill yaitu kejujuran, tanggung jawab, berlaku adil, kemampuan bekerja sama, kemampuan beradaptasi, kemampuan berkomunikasi, toleran, hormat terhadap sesama, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan dalam memecahkan berbagai masalah.
Interpersonal skill sangat penting untuk dimiliki. Keterampilan ini mencakup kemampuan dalam mendekatkan hubungan, membuat pendekatan yang mudah, membangun hubungan serta memperbaiki dan teknik untuk mencairkan situasi yang sedang tegang, dan menggunakan gaya yang dapat menghentikan permusuhan.
Menurut studi yang pernah dilakukan Philip Humbret, hampir semua pemimpin di dunia punya keahlian interpersonal yang bagus. Salah satu buktinya adalah kemampuan mereka dalam menjaga hubungan yang cukup lama dengan kenalan, sahabat, dan mitranya. Orang-orang yang prestasinya bagus di bidangnya juga rata-rata punya keahlian interpersonal yang bagus. Mereka mampu menjaga kesepakatan, menjaga perasaan, menghormati orang lain, dan mampu menempatkan orang lain.[7]
Hasil survey majalah mingguan tempo tentang keberhasilan seseorang mencapai puncak karirnya karena memiliki karakter: mau bekerja keras, kepercayaan diri tinggi, mempunyai visi ke depan, bisa bekerja dalam tim, memiliki kepercayaan matang, mampu berpikir analitis, mudah beradaptasi, mampu bekerja dalam tekanan, cakap berbahasa inggris, dan mampu mengorganisir pekerjaan.[8]
Soft skill adalah kemampuan mengelola diri secara tepat dan kemampuan membangun relasi dengan orang lain secara efektif. Kemampuan mengelola diri disebut dengan intrapersonal skill, sedangkan kemampuan membangun relasi dengan orang lain disebut dengan interpersonal skill.
Selanjutnya kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu budhaya, kata jamaknya adalah budhi yang berarti budi atau akal. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa.[9] Budaya dalam kamus bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti: (1) pikiran; akal budi, (2) adat istiadat, (3) Sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang, (4) sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah.[10] Budaya yang penulis maksudkan adalah suatu yang telah menjadi kebiasaan yang sukar diubah, yang kebiasaan itu timbul karena adanya tatanan kelakuan individu-individu dalam suatu komunitas sekolah swasta yang terjadi berulang-ulang.
Budaya sekolah dalam pembinaan soft skill adalah kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di sekolah swasta sehingga dapat mempengaruhi para siswa dalam usaha memperoleh kecakapan, keterampilan dan pengetahuan selama mereka berada di sekolah. Budaya terbentuk dari proses belajar, dan selanjutnya proses pembelajaran juga memperhatikan serta menyerap unsur-unsur budaya yang berlaku dalam masyarakat di mana proses pembelajaran itu dilaksanakan.
Budaya sekolah sangat mempengaruhi soft skill, karena terdapat di dalamnya kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam rangka memperoleh keterampilan. Tingkah laku manusia berubah karena mengikuti perubahan situasi dunia. Maka dari itu dapat mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi untuk diperhatikan dan disesuaikan dalam menghadapi kehidupan.

B.   Urgensi-urgensi Soft Skill dalam Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan proses pembentukan moral masyarakat yang beradab, masyarakat yang tampil dengan penuh rasa kemanusiaan. Pendidikan islam berorientasikan pada internalisasi pribadi siswa sehingga dapat teraktualisasi dalam kehidupannya. Mendidik generasi menjadi insan yang berkehidupan islami. Guru merupakan jabatan fungsional karena dia dituntut mempunyai disiplin ilmu tertentu yang bisa diperoleh melalui lembaga pendidikan profesi. Lembaga profesi itu adalah sebuah lembaga pendidikan keguruan. Di dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara guru dan siswa. Dalam interaksi ini terdapat proses soft skill. Peristiwa dan proses soft skill ini sangat perlu untuk dipahami dan menjadikan prilaku siswa didik dengan tepat. Para guru sangat diharapkan memiliki bahkan dituntut untuk mempraktikan soft skill dalam pembelajaran, sehingga siswa terbiasa untuk berprilaku islami.
Hal ini sesuai dengan tujuan dari pendidikan islam yaitu untuk membina dan membentuk prilaku atau akhlak peserta didik dengan cara meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, serta pengalaman peserta didik terhadap ajaran agama islam.[11] Sehingga setelah menyelesaikan pendidikan, peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara.hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13:

(13: إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عَندَ اللَّهِ أَتْقَـكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi allah Swt adalah orang yang paling taqwa diantara kamu. (QS. Al-Hujarat: 13).
Tujuan dari pendidikan islam adalah untuk membentuk insan kamil yang mulia di dunia dan di akhirat. Dalam hal ini guru berperan  dalam meningkatkan kualitas pendidikan jangan terabaikan. Karena pendidikan tidak bearti apa-apa tanpa kehadiran guru.
Pendidikan islam melalui soft skill menitik beratkan pada kekuatan rohani yang bertujuan dengan kemampuan manusia menerima agama islam yang inti ajarannya adalah keimanan dan ketaatan kepada Allah, tuhan yang maha esa dengan tunduk dan patuh kepada nilai-nilai moralitas yang diajarkannya dengan mengikuti keteladanan rasullullah. Manusia menjadi sasaran pendidikan islam dilihat dari segi kehidupan individual dan segi kehidupan sosial selaku anggota masyarakat.
Pendidik memiliki prilaku dan kemampuan yang baik serta memadai untuk mengembangkan subjek didik. Karena berkorelasi erat dengan subjek didik sesuai dengan kompetensi yang sudah dimilikinya. Pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk membimbing anak yang belum dewasa menuju kedewasaan, dalam arti sadar dan mampu memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya dan dapat berdiri diatas perbuatan yang telah dilakukan sehingga menghasilkan output yang bersoft skill tinggi.
Alasan mengenai peran kompetensi kepribadian dan sosial sebagai soft skill. Kepribadian dan sosial lebih substantif ketimbang profesional dan pedagogik. Jika kedua kompetensi soft skill tersebut dimiliki guru, maka secara otomatis kompetensi profesional dan pedagogik akan teratasi.
Pihak sekolah bukan hanya mampu mencetak generasi-generasi yang intelektual dan berwawasan luas, tetapi yang sangat penting adalah bagaimana mencetak generasi-generasi yang bermoral tinggi dan berakhlak mulia. Inilah yang menjadi tugas utama bagi setiap sekolah dimanapun berada
Mengutip opini Budi Jasman “Pendidikan yang bermoral merupakan modal awal untuk membentuk karakter seorang manusia. Namun, banyak orang yang mengabaikan begitu saja masalah ini, baik dari pihak orang tua, sekolah dan pemerintah sekalipun. Padahal pendidikan morallah yang sangat utama dan paling utama dalam proses belajar mengajar agar menjadi manusia yang berakhlak baik dan mulia. Seseorang itu bukan saja dilihat dari segi sejauh mana kecerdasannya tapi yang sangat diperhatikan adalah sejauh mana pendidikan moralnya, karena orang cerdas belum tentu memiliki moral yang baik tapi orang yang memiliki moral yang baik sudah tentu mempunyai kecerdasan yang tinggi. Banyak orang yang cerdas, tapi sedikit orang yang mempunyai moral yang baik bahkan sangat sulit kita temukan orang-orang seperti itu. Maka pendidikan yang bermoral sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah menjadi sentral penting dalam membentuk karakter seorang pelajar yang bermoral. Pihak sekolah juga menjadi salah satu yang akan menentukan baik atau buruknya seseorang pelajar. Seorang guru itu bukan hanya menjelaskan mata pelajara yang bersangkutan tetapi guru itu juga harus mengontrol sikap dan tingkah laku seorang siswanya agar menjadi siswa yang bermoral. Guru yang baik adalah guru yang mau memberikan suriteladan yang baik bagi anak didiknya. Namun sangat kita sayangkan jika guru tidak mampu menjadi contoh teladan yang baik bagi siswanya.[12]

C.   Asas-asas Budaya Sekolah Islami
Budaya adalah asumsi-asumsi dasar dan keyakinan diantara para anggota kelompok atau organisasi. Fungsi utama budaya sekolah adalah untuk memahami lingkungan dan menentukan bagaimana orang-orang dalam organisasi merespon sesuatu, menghadapi ketidakpastian dan kebingungan.
Budaya adalah pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berfikir, prilaku, sikap, nilai-nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Budaya dapat dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan penyesesuaian dengan lingkungan dan cara memandang persoalan dan memecahkannya.[13]
          Budaya diartikan sebagai sikap mental dan kebiasaan lama yang sudah melekat dalam setiap langkah kegiatan dan hasil kerja. Budaya merupakan produk lembaga yang berakar dari sikap mental, komitmen, dedikasi, dan loyalitas setiap personel lembaga.[14] Diperlukan perubahan budaya sekolah yang berfungsi untuk perbaikan berkelanjutan dengan mempergunakan rencana terarah, pikiran sebagai dorongan, konsentrasi lebih penting untuk mengubah. Konsep budaya sangat penting dalam lembaga pendidikan karena bertolak dari orientasi manusia dan ketergantungan yang tinggi atas budaya yang menentukan efektifitas hubungan interpersonal. Budaya bersifat dinamis bukan statis, dorongan budaya bertolak dari visi sekolah mengenai apa yang dapat dicapai dan strategi lembaga untuk memberi dorongan budaya untuk melakukan perubahan. Perubahan budaya sekolah ditentukan oleh budaya yang dikembangkan oleh kepala sekolah bersama dengan guru-guru. Gaya kepemimpinan kepala sekolah, nilai-nilai masyarakat sekolah, ukuran organisasi, tantangan dan perubahan akan mempengaruhi budaya organisasi sekolah. Untuk itu kepemimpinan kepala sekolah akan menentukan corak perubahan budaya organisasi sekolah.[15] Secara khusus budaya sekolah adalah pola nilai-nilai, norma sikap, ritual dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah.
Kepala sekolah adalah sebagai “the key person” sebagai keberhasilan pelaksanaan otonomi sekolah. Kepala sekolah bertanggungjawab dalam mengelola dan memberdayakan berbagai sumber yang tersedia untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan sekolah. Kepala sekolah harus mampu berperan sebagai innovator, dan motivator dalam pengembangan budaya islami di sekolah.
Nilai-nilai islami adalah segala upaya menghindarkan diri dari segala perbuatan maksiat dan kemungkaran yang menyebabkan murka Allah. Peran kepala sekolah dalam pengembangan budaya sekolah yang islami adalah dengan membuat rumusan dari penjabaran visi dan misi yang sudah ada. Peran kepala sekolah sebagai kunci keberhasilan yang mempunyai peran sangat besar dalam hal ini yaitu berupa kebijakan dengan memasukkan nilai-nilai islam dalam setiap kebijakannya.
Ada beberapa yang perlu diperhatikan di dalam perkembanganya yang banyak mengalami periode yang cukup panjang, mengenai pentingnya sebuah sekolah dan peran kepala sekolah adalah sebagai berikut: (1) Kepala sekolah, dapat menjabarkan visi dan misi dan membuat program yang jelas dan dapat dikuti oleh semua warga sekolah, (2) Pengembangan budaya harus tetap mengacu kepada nilai-nilai ibadah dalam hubungannya dengan Allah, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan sekitar, (3) Perlu adanya komitmen yang tinggi dari warga sekolah, kesamaan persepsi dalam memajukan sekolah, (4) Partisipasi masyarakat perlu terus ditingkatkan, (5) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya untuk bidang yang sama.
Pengetahuan seorang anak dimulai dari orang tua dan masyarakat yang secara tidak langsung memberikan berbagai pengetahuan dasar walau tidak sistematis. Sebuah sekolah tentunya memiliki guru sebagai tenaga pendidik untuk menunjang sekolah yang islami. Guru adalah sebuah profesi yang sangat mulia. Seorang guru harus mempunyai bekal dan persiapan agar dapat menjalankan profesi dan risalahnya. Seorang guru harus menguasai materi pelajaran dengan matang melebihi siswa-siswanya dan mampu memberikan pemahaman kepada mereka dengan baik.
          Bagi seorang guru mengajar harus atas kemauannya sendiri (sukarela). Seorang guru harus mempunyai pandangan jauh kedepan, cepat tanggap, dan dapat mengambil tindakan yang tepat disaat kritis. Seorang guru juga harus memiliki kemampuan mengendalikan diri sendiri dan orang lain. Guru juga harus menguasai cara-cara mengajar dan menjelaskan supaya penyampain informasi dengan cara baik selama situasi pengajaran dan pendidikan menuntutnya untuk memberikan hal itu.
          Kompetensi guru perannya sangat penting dalam proses belajar mengajar dan hasil belajar pada siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi kurikulumnya. Akan tetapi sebahagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing para siswa. Guru yang berkompeten akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga belajar para siswa berada pada tingkat optimal.[16]
          Tentunya supaya berhasil dalam mengemban peran sebagai guru, diperlukan adanya standar kompetensi bagi guru. Hal ini dapat kita lihat berdaarkan UU Sisdiknas no 14. Tahun 2005 tentang guru dan dosen pada pasal 10, menentukan bahwa kompetensi guru itu meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosail.[17] Guru harus melengkapi dan meningkatkan kompetensinya dengan kriteria-kriteria kompetensi guru yang harus dimiliki seperti:
a.    Kompetensi kognitif yaitu kompetensi yang berkaitan dengan intelektual.
b.    Kompetensi afektif yaitu kemampuan bidang sikap, menghargai pekerjaan dan sikap dalam hal-hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya.
c.    Kompetensi psikomotorik yaitu kemampuan guru dalam berbagai keterampilan atau berprilaku.[18]
          Guru harus memenuhi syarat-syarat penyampaian pelajaran yang baik, baik sewaktu memberikan pengarahan atau pada saat menjelaskan satu mata pelajaran kepada siswanya. Seorang pendidik tidak dapat mendidik anak didiknya agar mempunyai sifat mulia, kecuali ia sendiri mempunyai sifat mulia. Artinya guru harus mempunyai contoh yang baik dalam segala gerak-gerik kehidupannya, karena anak mengambil keteladanan darinya lebih banyak dari pada kata-katanya.
Guru harus mempunyai keteladanan. Zakiah Daradjat mengatakan bahwa “keteladanan pendidik terhadap peserta didik merupakan kunci keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiriatual dan sosial anak.[19] Pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak yang akan dijadikan teladan dalam kehidupannya. Jika pendidik jujur dapat dipercaya berakhlak mulia dan menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan agama, maka siswa akan tumbuh dalam kejujuran, akan terbentuk akhlak mulia dan juga adanya sikap menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan agama.
Melihat tujuan pendidikan itu sendiri adalah mengharapkan perubahan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan, baik dari segi tingkah laku individu maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu itu hidup. Tujuannya adalah memberikan arah bagi proses pendidikan, memberikan motivasi dalam aktivitas pendidikan.
Pendidikan islam bearti pembentukan pribadi muslim. Isi pribadi muslim itu ialah pengalaman sepenuhnya ajaran allah dan rasulnya. Pendidikan muslim tidak akan tercapai dan terbina kecuali dengan pengajaran dan pendidikan. Membina pribadi muslim adalah wajib, karena pribadi muslim tidak akan mungkin terwujud kecuali dengan pendidikan.


D.   Metode Soft Skill dalam Pendidikan Islam
Metode pembiasaan adalah untuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang negatif. Menjadikan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik atau metode pembelajaran. Lalu mengubah sifat-sifat baik menjadi sebuah kebiasaan, membiasakan diri sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah tanpa menemukan banyak kesulitan. Tri Qurnati menyebutkan bahwa usaha pembentukan kebiasaan yang dilaksanakan dalam proses pendidikan tentulah yang mengarah kepada pembentukan kebiasaan positif. Chark L. Hull berpendapat bahwa belajar merupakan usaha membentuk kebiasaan.[20]
Metode pendidikan islam adalah cara yang paling tepat dilakukan oleh pendidik untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan islam kepada anak didik. Metode ini mengemukakan bagaimana mengolah, menyusun dan menyajikan materi pendidikan islam agar materi pendidikan islam tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki oleh anak didik.[21]
Metode pendidikan islam yaitu cara dan segala apa saja yang dapat digunakan untuk menuntun atau membimbing dalam masa pertumbuhan agar kelak menjadi manusia yang berkepribadian muslim yang diridhai allah. Metode pendidikan islam mempunyai peranan penting sebab merupakan jembatan yang menghubungkan pendidik dengan anak didik menuju tujuan pendidikan islam, yaitu terbentuknya kepribadian muslim. Dilihat dari sisi berhasil atau tidaknya pendidikan islam yang dipengaruhi oleh seluruh faktor yang mendukung pelaksanaan pendidikan islam.
Metode pembiasaan adalah upaya praktis dalam pembentukan dan persiapan. Dalam pembiasaan naluri anak-anak sangat besar, maka hendaklah para orang tua memusatkan perhatian terhadap anak-anak tentang kebaikan dan upaya membiasakannya sejak ia mulai memahami realita kehidupan ini. Jika dibiasakan pada kebaikan dan diajarkan kebaikan kepadanya, maka ia akan tumbuh pada kebaikan tersebut. Jadi pendidikan dengan pembiasaan adalah pilar untuk pendidikan dan merupakan metode yang paling efektif dalam membentuk soft skill.
Kebiasaan-kebiasaan baik yang sesuai dengan jiwa ajaran agama akan dapat tertanam dengan mudah pada jiwa si anak, apabila ibu dan bapak memberikan contoh dari sifat yang baik itu dalam kehidupan sehari-hari karena anak-anak lebih cepat meniru dan mengerti. Jika anak-anak mempunyai prilaku buruk maka anak-anak mengikuti kebiasaan bapak dan ibu-ibu disekolah dan hal ini sangat berbahaya bagi pendidikan anak.
Untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk yang diperoleh anak harus mengetahui landasan tempat berpijak pembentukan kebiasaan buruk tersebut. Terkadang dasar bagi kebiasaan buruk itu pengaruh emosional teman yang dicintainya atau sekelompok kawan yang disukaiinya. Bisa saja sebagai titik lemah dalam kepribadiannya yang menjadikannya menerima kebiasaan buruk itu. Guru harus mengobati kebiasaan itu dengan kebaikan.
Hal ini sesuai dengan misi pendidikan adalah untuk mengubah tingkah laku seseorang, dari berprilaku buruk menjadi berprilaku baik. Salah satu cara membentuk prilaku adalah dengan membentuk kebiasaan. Pembentukan kebiasaan dapat dilakukan dengan cara latihan, meniru, mengulang-ulang perbuatan yang ingin dibiasakan, maka dapat dikatakan bahwa budaya belajar dapat dibentuk dengan cara tersebut.[22]
Seorang guru mempunyai tugas dan kewajiban yang harus dijalankan dan tidak mengharap sesuatu apapun, kecuali mengharap ridha allah swt semata demi untuk membentuk generasi yang kuat dari para pelajar remaja yang mana mereka adalah tunas umat di masa yang akan datang.
Seorang guru harus menjadi tauladan yang baik dan contoh yang mulia bagi para muridnya. Dia harus menjauhi tingkah laku dan tindakan yang tidak sesuai dengan statuznya, menghindari dosa kecil ataupun dosa-dosa lainnya. Bagi remaja yang sedang menuntut ilmu sangat membutuhkan tauladan yang baik untuk dapat dijadikan figur dan diikutinya.
Seorang guru harus membalas penghormatan para murid dan menanamkan kasih sayang yang membuat mereka senang untuk berkumpul dengannya dan menjadikan pengganti orang tua di dalam lembaga pendidikan tersebut. Hal ini membutuhkan kelembutan dan kesabaran seorang guru atas murid-muridnya dan tidak menggunakan kekerasan terhadap mereka walaupun diantara mereka ada yang lemah dalam menerima pelajaran.
Ada beberapa metode pembiasaan dalam pendidikan islam diantaranya adalah sebagai berikut:
a.   Metode pembiasaan dengan nasehat
Metode pendidikan dengan cara nasehat merupakan hal yang cukup berhasil dalam pembentukan akidah anak dan mempersiapkan baik secara moral, emosional maupun sosial. Metode nasehat adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat. Hal ini dikarenakan nasehat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membka mata anak-anak.[23]
Nasehat adalah sesuatu yang membukakan mata yang dapat mendorong untuk menuju situasi yang islami. Guru mempergunakan metode nasehat untuk berbicara kepada anak serta mengajak keimanan dan kebaikan. Agar para remaja mendapat hikmah[24] dari para guru. Maka hendaklah mereka mengambil nasihat yang berguna dan menjadikan para guru sebagai tauladan yang harus diikuti semua pengarahan dan tingkah laku baik darinya.
Agar para siswa dapat mengambil hikmah dari para guru, maka hendaknya mereka mengambil nasehat yang berguna dan menjadikan para guru sebagai teladan untuk diikuti semua pengarahan dan tingkah laku yang baik darinya. Oleh karena itu guru harus memiliki hikmah yang terealisasikan dalam perkataan dan perbuatan.
Seperti halnya kisah Luqman al Hakim bukan hanya khusus baginya dan juga bukan hanya sekedar kabar cerita yang tidak berguna, akan tetapi cerita ini merupakan metode bagi setiap orang tua dalam kehidupan serta menjadi teladan yang turun temurun setiap masa.
Artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS Luqman: 17)
Ayat ini merupakan salah satu metode pembinaan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Metode tersebut adalah dengan cara memberi nasehat, menerangkan tentang suatu perbuatan, kemudian menjelaskan akibat yang akan ditimbulkan.
Nasehat merupakan metode yang efektif supaya diterapkan dalam pembinaan anak dalam lingkungan sekolah. Metode ini sangat penting dalam pendidikan, pembinaan keimanan, mempersiapkan modal, spiritual dan sosial anak adalah pendidikan dengan pemberian nasihat ini dapat membukankan mata anak-anak pada hakikat sesuatu, dan mendorongnya menghiasi dengan akhlak mulia.
Ada beberapa teori pembiasaan:[25]
1.    Teori Pembiasaan Klasikal (Classical Conditioning)
Teori ini berkembang berdasarkan hasil experimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov, seorang ilmuan berkebangsaan Rusia. Teori ini merupakan sebuah prosedur penciptaan reflek baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya reflek tersebut. Penaman classical diawal pada nama teori ini dipergunakan untuk menghargai karya Pavlo yang dianggap paling dahulu dibidang conditioning (upaya pembiasaan) dan juga untuk membedakan dengan teori lainnya.
Dalam exsperimennya, Pavlo menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan antara conditioned stimulus (CS), unvonditioned stimulus (UCS). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respon yang dipelajari, sedangkan respon yang dipelajari itu sendiri disebut CR. Adapun UCR bearti rangsangan yang menimbulkan respon yang tidak dipelajari, dan respon yang tidak dipelajari itu disebut UCR.
Experimen pavlo adalah
Anjing percobaan Pavlo diikat sedemikian rupa dan pada salah satu kelenjar air liurnya diberi alat penampung cairan yang dihubungkan dengan pipa kecil. Kemudian dilakukan exsperimen berupa pemberian latihan pembiasaan mendengarkan bel (CS) bersama-sama dengan pemberian makanan berupa serbuk daging (UCS). Setelah latihan yang berulang-ulang ini selesai, suara bel tadi (CS) didengarkan lagi tanpa disertai makanan (UCS). Apakah yang terjadi ? ternyata anjing percoba tadi mengeluarkan air liur juga (CR), meskipun hanya mendengarkan suara bel (CS). Jadi, CS akan menghasilkan CR apabila CS dan UCS telah berkali-kali dihadirkan bersama-sama. Dengan perkataan lain, pembiasaan akan muncul apabila dilakukan secara berulang-ulang.

Berdasarkan eksperimen diatas, semakin jelas bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respon.  Selanjutnya kesimpulan yang dapat ditarik dari experimen Pavlo adalah apabla stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respon atau perubahan yang kita kehendaki.
Teori Pavlo jika diterapkan dalam kegiatan belajar maka banyak kelemahanya. Diantara kelemahannya adalah : (1) percobaan dalam laboratorium berbeda dengan keadaan sebenarnya. (2) pribadi seseorang (cita-cita) kesanggupan, minat, emosi dan sebagainya dapat mempengaruhi eksperimen. (3) respon mungkin dipengaruhi oleh stimulus yang tidak dikenal atau tidak bisa diramalkan lebih dahulu, stimulus manakah yang menarik perhatian seseorang. (4) teori sangat sederhana dan tidak memuaskan utuk menjelaskan segala seluk belum belajar ternyata sangat komplek.

2.    Teori Pembiasaan Perilaku Respon
Teori pembiasaan belajar ini merupakan teori paling muda dan masih sangat berpengaruh di kalangan ahli psikologi. Pencipta teori ini adalah Burrhus Frederic Skinner. Operant conditioning adalah sejumlah prilaku atau respon yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat. Berbeda dengan responden conditioning yang responnya didatangkan oleh stimulus tertentu. Respon dalam operant terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforce. Reinforce itu sendiri sesungguhya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respon tertentu, akan tetapi tidak disengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam clasiccal responden conditioning.
Dalam rumusan teorinya, Skinner melakukan percoabaan terhadap seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang dikenal dengan “Skinner Box”. Peti yang digunakan sebgai sangkat tikus, terdiri atas dua macam komponen pokok yaitu manupuladum dan alat pemberi reinforcement antara lain berupa wadah makanan. Manipulandum adalah komponen yang dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini terdiri atas tombol, batang jeruji dan pengungkit.

Dalam eksperimen tadi, mula-mula tikus itu mengekplorasi sangkar dengan cara lari kesana dan kemari, mencium benda-benda yang ada disekitarnya, mencakar dinding dan sebagainya. Aksi-aksi seperti ini disebut emmited behavior (tingkah laku yang terpancar), yaitu tingkah laku yang terpancar dari organisme tanpa memerlukan stimulus tertentu.
1.  Metode Pembiasaan dengan Pengawasan
Pengawasan dalam lingkungan pendidikan adalah sangat penting karena pengawasan adalah mencurahkan memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak remaja dalam pembinaan akidah moral persiapan spiritual dan sosial.

2.  Metode Melalui Contoh Teladan
Pembinaan dapat dilakukan dengan memberi contoh teladan yang baik pada anak. Metode teladan yang baik pada anak. Metode keteladanan paling berpengaruh dalam mempersiapkan dan membentuk moral anak. Hal ini karena pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak, yang ditirunya dalam jiwa dan perasaan baik material atau spiritual, diketahui ataupun tidak diketahui.
Pembinaan anak melalui contoh teladan dengan memberikan contoh teladan yang baik terhadap anak. Melalui contoh teladan ini si anak dapat meniru dan mengikuti perbuatan baik yang dilakukan orang tua, hal ini akan membekas dalam jiwa anak sehingga setelah dia dewasa cenderung melakukan perbuatan yang baik dalam segala aspek kehidupannya. Seorang anak yang tidak dididik kepada hal yang baik diwaktu kecil, maka akan sulit dididik di waktu dewasa.
Disini bisa dilihat bahwa tindakan dan sikap pendidik sangat memberi warna pada pola pertumbuhan pribadi anak, bahkan sebaliknya dapat pula membentuk nilai positif sebagai anak yang berkepribadian saleh, berbudi dan penuh rasa tanggung jawab.
Aspek pembinaan terpenting bagi anak adalah pembinaan keagaamaan yang terutama dibina adalah keimanan atau aqidahnya.[26] Pendidik harus menerangkan kepada anak agar tidak mempersekutukan allah, karena perbuatan mempersekutukan allah adalah merupakan kezaliman yang besar.
Metode keteladanan menjadi faktor penting dalam baik buruknya anak. Jika pendidik jujur dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dengan kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, keberanian dalam sikap yang menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama.
M. Nasir Budiman mengatakan bahwa ada dua cara yang dapat dilakukan untuk metode uswah yaitu pertama dengan olah fikir dimana subjek didik diperkenalkan sejumlah perilaku atau sikap luhur yang dimiliki oleh rasulullah. Dengan prilaku atau sikap luhur mereka dapat termotivasi untuk meneladaninya. Kedua melalui olah perbuatan, dimana guru berprilaku sebagaimana perilaku rasulullah, untuk memperlihatkan konsistensi antara apa yang disampaikan kepada mereka dengan sikap atau prilaku guru dalam keseharian.[27]


3.  Membiasakan Anak Melakukan yang Baik
Membiasakan anak melakukan hal-hal yang baik, melalui pembiasaan pendidikan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak akan membentuk budi pekerti dan etika luhur. Pembiasaan adalah upaya dalam pembentukan pembinaan serta persiapan. Usaha melaksanakan pembinaan yang baik dilakukan  oleh guru supaya anak menjadi orang yang baik dan terhindar dari perbuatan maksiat.
Metode pendidikan islam dituntut membiarkan anak didik untuk berkembang sesuai dengan fitrahnya. Sesekali waktu dianjurkan untuk menguasai, mengawasi, dan membatasi anak agar tidak terjerumus pada perbuatan salah, agar dapat memacu, menimbulkan semangat beramal, dan berlomba-lomba dalam mencari kebajikan. Kegiatan dalam melaksanakan kegiatan dibidang pendidikan adalah mendidik anak dengan cara memberikan kebebasan kepada anak didik sesuai dengan kebutuhan.[28]
Pemberian kebebasan disini dalam artian tidak mutlak, melainkan dalam batas-batas tertentu sesuai dengan kebutuhan, sebab anak adalah objek yang masih dalam proses pertumbuhan dan belum memiliki kepribadian yang kuat. Ia belum dapat memiliki kepribadian yang kuat. Ia belum dapat memilih sendiri terhadap masalah yang dihadapi, karena itu memerlukan petunjuk guna memilih alternatif dari berbagai alternatif yang ada.
Pendidik juga harus bersifat tegas sesuai dengan kebutuhan yaitu bilamana kebebasan yang diberikan itu disalahgunakan seperti anak berbuat semaunya sendiri sampai-sampai meninggalkan ibadah shalat, maka pendidik harus berusaha keras untuk meluruskan perbuatan salah itu.

4.  Mendidik Anak dengan Pendekatan Perasaan dan Akal Pikiran
Setiap orang cinta dan sayang kepada anak keturunannya dan berusaha dengan segala kemampuannya untuk mendidik anaknya agar kelak menjadi orang yang baik dan berguna. Karena itulah maka para nabi dari zaman ke zaman selalu berdoa agar mereka dikaruniai anak yang saleh dan yang dapat melanjutkan perjuangannya.
Tiap orang tua mempunyai naluri cinta dan kasih sayang kepada anaknya. Cinta dan kasih itu sedemikian rupa adanya, sehingga setiap orang tua dengan suka rela mengorbankan segala apa yang ada pada mereka untuk kepentingan anaknya. Setiap orang tua terbawa oleh pertalian darah dan turunan yang dipertautkan dalam suatu ikatan (unsur) yang paling erat dengan anaknya yang tidak terdapat pada hubungan-hubungan yang lain. Hubungan ini disebut sebagai naluri (instict).

5.    Pendidikan Melalui Teladan
Pendidikan melalui teladan merupakan salah satu teknik pendidikan yang efektif dan sukses.
Adapun keteladanan rasulullah Saw dalam hal ibadah dan akhlak, maka keduanya berada dalam puncak tertinggi. Manusia menemukan ibadah rasulullah dan akhlaknya yang universal sebagai contoh dan pelita penerang yang abadi sepanjang masa. Seperti halnya sebuah hadist mengena keteladanan imam Bukhari dan Muslim meriwatkan dari Mughirah bin Syu’bah r.a :[29]
Rasululullah Saw selalu bangun malam (shalat tahajud) sehingga kedua kakinya bengkak. Ketika dikatakan kepadanya, bukankah allah telah mengapuni dosa-dosa engkau yang terdahulu dan akan datang?. Rasulullah saw bersabda, “ apakah tidak patut aku menjadi seorang hamba yang bersyukur” ?.
Keutamaan akhlak yang dimanifestasikan dalam keteladanan yang baik, adalah faktor terpenting dalam upaya memberikan pengaruh terhadap hati dan jiwa.[30] Karenanya demi keberhasilan dunia pendidikan dan tertanam secara meluas dunia pemikiran, perlu ada teladan yang baik. Harus ada contoh yang baik, yang menarik perhatian, dan akhlak utama yang dianut oleh masyarakat.
Rasulullah saw selalu memberikan pelajaran kepada siapa saja yang bertugas dalam pendidikan dengan memberikan teladan yang baik dalam segala hal, sehingga dijadikan cermin, tuntunan yang membekas dalam diri anak-anak dengan perilaku yang terpuji, nasehat yang berbekas, perhatian yang terus menerus dan ajaran yang bijak serta menyeluruh.[31]
Memberikan teladan yang baik dalam pandangan islam merupakan metode pendidikan yang paling membekas pada anak didik. Anak akan tumbuh dalam kebaikan, akan terdidik dalam keutamaan akhlak.
Pendidik dengan memberikan teladan yang baik adalah penompang dalam upaya meluruskan kenakalan anak. Bahkan merupakan dasar dalam meniignkatkan keutamaan, kemuliaan, dan etika sosial yang terpuji. Tanpa memberikanteladan yang baik pendidikan anak-anak tidak akan berhasil dan nasehat tidak akan berpengaruh.[32]
6.    Pendidikan Melalui Nasehat
Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar. Pembawaan itu biasanya tidak tetap dan karena itu kata-kata harus diulang-ulang. Nasihat yang berpengaruh, membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan. Ia menggerakkannya dan mengoncangkan isinya selama waktu tertentu. Nasihat yang jelas dapat dipegangi ialah nasihat yang dapat menggantungkan perasaan dan tidak membiarkan perasaan itu jatuh ke dasar bawah dan mati tidak bergeral.

7.    Mendidik anak secara informal
Islam memerintahkan kepada umatnya untuk mendidik anaknya agar kelak menjadi manusia yang saleh, takwa kepada allah dan hidup didunia dan akhirat, pendidikan dalam keluarga umumnya dilakukan secara informal, yaitu pendidikan yang tidak menggunakan perencanan, kurikulum, jam pelajaran dan lain-lain, semuanya dilakukan dengan santai tanpa dibatasi oleh tempat maupun waktu.dan diharapkan keberhasilan pendidikan tersebut sesuai dengan yang dicita-citakan.
Awal perkembangan islam, umat islam sudah menyelenggarakan pendidikan formal. Metode pendidikan islam itu adalah:
8.    Pendidikan melalui hukuman
9.    Apabila teladan dan nasihat tidak mempan, maka waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakan persoalan di tempat yang benar. Tindakan tegas itu adalah hukumna. Hukuman sesungguhnya tidak mutlak diperlukan. Ada porangn yang cukup dengan teladan dan nasihat saja, sehingga tidak perlu hukuman baginya. Tetapi manusia tidak sama seluruhnya. Ada diantara mereka perlu dikerasi sekali-kali dengan hukuman.
Pengetahuan awal seorang anak bermula dari orang tua dan masyarakat secara tidak langsung memberikan berbagai pengetahuan dasar walaupun secara tidak sistematis. Pengetahuan itu diperoleh anak dari berbagai cara, diantaranya melalui peniruan, pengulangan. Namun perang agama tetap utama dan istimewa karena bagaimanapun segala penyerapan pengetahuan pada diri anak harus tetap berpedoman pada konsep pendidikan yang bertujuan menghambakan diri kepada Allah dan memiliki materi atau prilaku yang membawa manusia pada penyerahan diri terhadap syariat allah yang diturunkan kepada rasulnya serta dipelihara dan diamalkan oleh generasi sesudahnya.[33]
Seorang guru bisa memberi hadiah kepada siswa-siswanya yang rajin dan berprestasi dengan beberapa hadiah atau cendera mata islami yang membawa manfaat kepada mereka di dunia dan akhirat, misalnya membagikan buku-buku  islami atau membagikan kaset islami. Siswa yang menerima hadiah tersebut akan bangga dengan hadiah dari gurunya. Sehingga ia akan berusaha mengambil manfaat dari hadiah tersebut. Hadiah membawa dampak yang baik, yaitu menumbuhkan rasa cinta allah.
Apakah akhlak dapat dibentuk?. Menurut Mansur Ali Rajab mengatakan akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir.[34] Akhlak adalah pembawaan dari manusia itu sendiri yaitu kecenderungan kepada kebaikan atau fitrah yang ada  dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cenderung kepada kebenaran.[35] Akhlak itu akan tumbuh dengan sendirinya walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan.
Teladan yang baik lagi shalih termasuk sarana terpenting yang memiliki pengaruh pada jiwa, mudah berhasil dalam mendidik anak dan menyiapkan sebagai makluk pribadi dan masyarakat. Karena seorang pendidik adalah contoh paling tinggi bagi anak, akan akan tetap mengikuti prilakunya, akhlaknya baik sengaja ataupun tidak. Karena perilaku merupakan cerminan berfikirnya.
Bila seorang pendidik benar dalam perkataannya, dan dibuktikan dalam perbuatannya anak akan tumbuh dengan semua prinsip-prinsip pendidikan yang tertancap dalam pikirannya.
Dengan adanya teladan, seorang anak akan belajar shalat dan menekuninya ketika melihat. Dia akan tekun menunaikannya disetiap waktunya, demikian juga ibadah-ibadah yang lainnya. Dengan adanya panutan, seorang anak akan terbiasa mengerjakan segala hak secara sempurna, seperi hak tetangga dan hak kerabat.
Dengan adanya panutan seorang anak akan tumbuh dengan sifat-sifat terpuji dan baik yang didapatnya dari keluarga dan gurunya. Seorang pendidik seharusnya menjadi panutan yang baik bagi anak-anaknya agar mereka bisa mengikutinya.
Al-qur’an telah mengingatkan para pendidik mengenai buruknya sikap tersebut.

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ

Artinya: Mengapa kalian menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kalian melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kalian membaca Al Kitab (Taurat)? Maka mengapa kalian tidak menggunakan akal (Al-Baqarah: 44)
Aturan dalam islam dalam mendidik anak sangat menekankan contoh teladan yang baik, dan memerintahkan kepada seorang pendidik untuk mengambil contoh dari nabi saw.






[1] M. Nasir Budiman, Pendidikan Moral Qur’ani (Strategi Belajar-Mengajar dan Evaluasi pada MAN se Daerah Istimewa Aceh, (Yogyakarta: Disertasi IAIN Sunan Kalijaga, 1996), hal. 25.
[2] Muhammad Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya,).
[3] Mulyana, Kurikulum Berbasis Kompetensi, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 18.
[4] Moqowim, Modul Pengembangan, ..., hal. 8.
[5] Siti Hawa, Nilai-nilai Pendidikan dalam Hikayat Hasan Husein Karya Medya Hus, (Darusalam-Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry Tesis, 2012), hal. 11.
[6] M. Nasir Budiman, Pendidikan Moral Qur’ani (Strategi Belajar-Mengajar dan Evaluasi pada MAN se Daerah Istimewa Aceh, (Yogyakarta: Disertasi IAIN Sunan Kalijaga, 1996), hal. 5.
[7] Moqowim, Modul Pengembangan Soft Skills .., hal. 8.
[9] Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, (Jakarta: P.D Aksara, 1969), hal. 76.
[10] Depdikbut, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hal 149.
[11] Ahmed Nasir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), hal. 72.
[12] Budi Jasman,  Pendidikan Bermoral, Banda Aceh, Serambi Indonesia, (Selasa, 19 Januari 2013).
[13] Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: Bigraf Publising, 2000), hal 148.
[14] Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah Teori, Model, dan Aplikasi, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2003), hal. 201..
[15]Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan Konsep, Strategi, dan Aplikasi, (Jakarta: PT Gramedia Widiasaarana Indonesia, 2002), hal 98-99.
[16] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet, ke 4, hal. 36.
[17] Asrorun Niam, Membangun Profesionalitas Guru, (Jakarta: Elsasa, 2006), hal. 162.
[18] Nana Sudjana, Dasar-dasar proses belajar mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1989), hal. 8.
[19]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1984), hal. 81
[20] Tri Qurniati, Budaya Belajar dan Keterampilan Berbahasa Arab di Dayah aceh Besar, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2007), cet I, hal. 56
[21]Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam jilid I, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 11
[22] Tri Qurniati, Budaya Belajar dan Keterampilan Berbahasa Arab di Dayah aceh Besar, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2007), cet I, hal. 59-60.
[23] Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), cet. II, hal. 209.
[24]Hikmah yang penulis maksudkan adalah kepahaman dan ilmu serta kelembutan dalam berbicara.
[25] Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Berbasis Integrasi dan Kompetensi), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hal 64.
[26] Fauzi Saleh, dkk, Pendidikan Islam Solusi Problematika Modern Metode pembinaan Anak pada Masa Pubertas, (Banda Acceh: Pena, 2007), cet I, hal. 17
[27] M. Nasir Budiman, Pendidikan Moral Qur’ani (Strategi Belajar-Mengajar dan Evaluasi pada MAN se Daerah Istimewa Aceh, (Yogyakarta: Disertasi IAIN Sunan Kalijaga, 1996), hal. 47-48.
[28] Sudiyono, Ilmu Pendidikan .......................... hal. 184-190..
[29]Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), cet. II, hal.147
[30] Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), cet. II, hal.171 .
[31]Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), cet. II, hal.177-179.
[32] Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), cet. II, hal. 184.
[33] Abdurahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat,  (Jakarta: Gema Inasani, 1995), hal.  146

[34] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), Cet 10, Hal. 156.
[35] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, ..., Hal. 156.

Komentar

Postingan Populer