BAB II KAJIAN TEORITIS SOFT SKILL
BAB II
KAJIAN TEORITIS SOFT SKILL
What : Apa tema yang ditulis ini ?
Why : Mengapa perlu ? Jawab: Karena
sering dilupakan, maka perlu disegarkan kembali agar menjadi pedoman setiap
kali menulis
Where : Dari mana dapat pencerahannya
Where : Dari mana dapat pencerahannya
When : Kapan dapat pencerahan ? Jawabnya :
sore ini (10/4/12)
Who : Siapa yang sering melupakan ? Jawabnya : Saya
Who : Siapa yang sering melupakan ? Jawabnya : Saya
How : Bagaimana cara penerapannya ?
1. Footnote untuk Buku
Contoh Footnote => Agus Mustofa, Pusaran Energi Ka'bah (Surabaya:
PADMA Press, 2008), hal.50.
2. Footnote untuk
Internet
Contoh Footnote =>
Jamaluddin, "Format Penulisan Blog", dalam http://jamal-merdeka.com
3. Footnote untuk Jurnal
Contoh Footnote =>
Jamaluddin, "Pengembangan Intelektual", Jurnal KARSA, Volume V, 34
(Oktober 2012).
4. Footnote untuk
Wawancara
Contoh Footnote =>
SIhabullah, Perkembangan Gender, Pamekasan, 20 Oktober 2012.
5. Footnote untuk
Koran/Surat
Contoh Footnote =>
Ibrahim, Mencari Tuhan, Sampang (27 Oktober 2012).
6. Footnote untuk Al-Qur'an
Contoh Footnote =>
Al-Qur'an, 2 (Al-Baqarah): 20.
Nilai moral yang bersumber pada
budaya dan tradisi pada suatu bangsa dan suatu waktu yang kemungkinan besar
akan berbeda dengan berbedanya bangsa dan waktu. Nilai-nilai moral demikian
sangat jauh tidak bertentangan dengan ajaran wahyu.[1]
Dalam mengajar seorang pendidik
dituntut memiliki intelektualitas yang tinggi agar dapat menciptakan situasi
yang mendorong murid menguasai ilmu yang diajarkan dan meningkatkan situasi
yang mendorong murid menguasai ilmu yang diajarkan dan meningkatkan prestasi
belajar mereka. Sebaliknya lemah tingkat intelektual pendidik akan menyebabkan
turunnya prestasi anak. Pekerjaan mendidik tidak dapat dilakukan secara
sembarangan saja, akan tetapi membutuhkan pengetahuan yang memadai dan harus
mengerti betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran serta ilmu pengetahuan
lain.[2]
A. Makna Soft Skill dan Budaya Sekolah
Skill itu adalah termasuk salah satu kedalam aspek visi
dan misi pendidikan. Hal ini sesuai sesuai dengan pendapat Mulyana. Kemampuan
(skill) adalah suatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau
pekerjaan yang dibebankan kepadanya.[3]
Soft
skill adalah suatu kemampuan, bakat
atau keterampilan yang ada di dalam diri setiap manusia. Soft skill berupa kemampuan yang dilakukan dengan cara tidak teknis, artinya tidak berbentuk
wujudnya. Soft skill terbagi dua yaitu soft
skill personal, soft skill interpersonal.[4]
Soft skill
personal adalah kemampuan yang dimanfaatkan untuk kepentingan diri sendiri seperti: dapat
menerima kritikan dari orang lain, dapat mengendalikan
emosi dalam diri, dapat menerima nasehat orang lain, mampu mengatur waktu dengan sebaik mungkin,
dan berpikir positif. Kemudian yang dimaksud soft skill inter personal adalah kemampuan yang dimanfaatkan untuk diri sendiri dan juga untuk orang lain disekitarnya seperti: kemampuan berhubungan atau berinteraksi dengan orang
lain.
Soft
skill merupakan kecerdasan emosional dan kecerdasan sosial
(emotional inteligence quotient)
yang sangat penting untuk melengkapi hard skill atau kecerdasan intelektual (intelligence quotient).
Soft skill itu berhubungan
dengan karakter pribadi seseorang yang dapat meningkatkan
interaksi individu. Soft
skill itu berhubungan dengan kemampuan
seseorang untuk berinteraksi secara efektif dengan sesamanya baik di dalam dan
di luar sekolah.
Soft
skill adalah bentuk kompetensi perilaku sehingga dikenal pula sebagai
keterampilan interpersonal atau people skill, yang mencakup
keterampilan komunikasi, resolusi konflik untuk memberikan pemahaman yang baru dan strategis
guna membantu penyelesaian konflik sosial, politik, ekonomi baik yang mencakup
pemahaman yang bersifat filosofis dan teoritis mengenai perdamaian, disamping
juga memberikan kemampuan praktis dalam menghadapi konflik-konflik dalam
masyarakat. Kemudian kemampuan dalam bernegosiasi, pemecahan masalah secara kreatif,
pemikiran yang strategis,
membangun sebuah tim,
keterampilan mempengaruhi dan keterampilan memberi sebuah
gagasan atau ide.
Orang yang mempunyai soft skill tinggi adalah
orang yang berbudi pekerti, yang mampu mengontrol emosinya dan itu tergambar
dalam budi bahasanya, dalam caranya berkomunikasi, perilakunya, mempunyai
integritas tinggi, tenggang rasa dan toleransi tinggi. Tidak seperti hard skill yang
berkenaan dengan kemampuan menyerap ilmu atau keahlian dan kemampuan untuk
melakukan jenis tugas atau kegiatan tertentu.
Seperti halnya kutipan yang di kutip Siti Hawa dalam buku
Syaikh Muhammad Ridha dengan judul Hasan
& Husin penghulu Pemuda Syurga menjelaskan akhlak dan kemulian Hasan
Husein dalam menyikapi berbagai hal. Dia tidak pernah mencela seseorang karena
kesalahannya. Hal ini menurutp penulis adalah salah satu soft skill yang
tinggi.[5]
Hard skill menggambarkan perilaku dan keterampilan yang dapat
dilihat oleh mata. Hard
skill adalah skill yang
dapat menghasilkan sesuatu yang sifatnya memandang kedepan serta dapat dinilai dari tes dan praktek. Unsur hard
skill dapat dilihat dari kemampuan menghitung, menganalisa, mendesain, wawasan dan pengetahuan yang luas yang akan membuat sebuah model serta kritis. Hard skill lebih terkait dengan kemampuan
seseorang secara teknis dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu menurut
profesi masing-masing. Sementara itu, soft
skill merujuk kepada indikator seperti kreativitas, sensitifitas, dan
intuisi yang lebih mengarah pada kualitas personal yang berada di balik prilaku
seseorang.
Pendidikan
kita masih bergaya hard skill, mereka
akan menjadi mesin karena penguasaan keterampilan tetapi lemah dalam memimpin kurang mampu
memberikan pendidikan soft skill yang mengakibatkan
lulusan hanya pandai menghafal pelajaran dan sedikit punya keterampilan ketika
sudah di lapangan kerja.
Nasir Budiman mengemukakan bahwa dengan menghafal,
nasehat atau ceramah, hal ini kurang berhasil karena banyak subjek didik
sekedar tahu dan hafal, namun tingkah lakunya belum tentu sejalan dengan nilai
yang semestinya dia miliki. Kelemahan lainnya, guru tidak melatih subjek didik
agar nilai-nilai moral itu benar-benar menjadi milik mereka.[6]
Landasan yang mengacu pada kemampuan mengaktualkan dan
mengorganisasi berbagai kemampuan yang ada pada masing-masing individu dalam
suatu keteraturan menuju suatu tujuan bersama. Maksudnya bahwa untuk bisa menjadi seseorang yang diinginkan dan bisa hidup
berdampingan bersama orang lain baik di tempat kerja maupun dimasyarakat, maka harus mengembangkan sikap toleransi, simpati, empati, dan etika.
Soft skill yaitu perilaku
personal dan interpersonal yang mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia
seperti membangun sebuah tim, mengambil keputusan, memberikan
sebuah inisiatif,
dan berkomunikasi
dengan baik. Seperti keterampilan merakit komputer tidak masuk
ke dalam
keterampilan teknis Soft skill. Dengan kata lain, soft skill mencakup keterampilan non-teknis,
keterampilan yang dapat melengkapi kemampuan akademik, dan kemampuan yang harus
dimiliki oleh setiap orang, apa pun profesi yang ditekuni.
Contoh soft skill yaitu
kejujuran, tanggung jawab, berlaku adil, kemampuan bekerja sama, kemampuan
beradaptasi, kemampuan berkomunikasi, toleran, hormat terhadap sesama,
kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan dalam memecahkan berbagai
masalah.
Interpersonal skill sangat penting untuk dimiliki. Keterampilan
ini mencakup kemampuan dalam mendekatkan hubungan, membuat
pendekatan yang mudah, membangun hubungan serta memperbaiki dan teknik untuk mencairkan situasi yang sedang
tegang, dan menggunakan gaya yang dapat menghentikan permusuhan.
Menurut studi yang pernah dilakukan Philip Humbret,
hampir semua pemimpin di dunia punya keahlian interpersonal yang bagus. Salah
satu buktinya adalah kemampuan mereka dalam menjaga hubungan yang cukup lama
dengan kenalan, sahabat, dan mitranya. Orang-orang yang prestasinya bagus di
bidangnya juga rata-rata punya keahlian interpersonal yang bagus. Mereka mampu
menjaga kesepakatan, menjaga perasaan, menghormati orang lain, dan mampu
menempatkan orang lain.[7]
Hasil
survey majalah
mingguan tempo
tentang keberhasilan seseorang mencapai puncak karirnya karena memiliki
karakter: mau bekerja keras, kepercayaan diri tinggi, mempunyai visi ke depan,
bisa bekerja dalam tim, memiliki kepercayaan matang, mampu berpikir analitis,
mudah beradaptasi, mampu bekerja dalam tekanan, cakap berbahasa inggris, dan
mampu mengorganisir pekerjaan.[8]
Soft skill adalah kemampuan mengelola diri secara
tepat dan kemampuan membangun relasi dengan orang lain secara efektif.
Kemampuan mengelola diri disebut dengan intrapersonal skill, sedangkan
kemampuan membangun relasi dengan orang lain disebut dengan interpersonal skill.
Selanjutnya kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta,
yaitu budhaya, kata jamaknya adalah budhi yang berarti budi atau akal. Budaya
adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa.[9]
Budaya dalam kamus bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti: (1) pikiran; akal
budi, (2) adat istiadat, (3) Sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang,
(4) sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah.[10]
Budaya yang penulis maksudkan adalah suatu yang telah menjadi kebiasaan yang
sukar diubah, yang kebiasaan itu timbul karena adanya tatanan kelakuan
individu-individu dalam suatu komunitas sekolah swasta yang terjadi
berulang-ulang.
Budaya sekolah dalam pembinaan soft skill adalah
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di sekolah swasta sehingga dapat mempengaruhi para
siswa dalam usaha memperoleh kecakapan, keterampilan dan pengetahuan selama
mereka berada di sekolah. Budaya terbentuk dari proses belajar, dan selanjutnya
proses pembelajaran juga memperhatikan serta menyerap unsur-unsur budaya yang
berlaku dalam masyarakat di mana proses pembelajaran itu dilaksanakan.
Budaya sekolah sangat mempengaruhi soft skill, karena
terdapat di dalamnya kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam rangka memperoleh keterampilan. Tingkah laku manusia berubah karena
mengikuti perubahan situasi dunia. Maka dari itu dapat mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi untuk diperhatikan dan disesuaikan dalam
menghadapi kehidupan.
B. Urgensi-urgensi Soft Skill dalam Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan proses pembentukan moral masyarakat yang
beradab, masyarakat yang tampil dengan penuh rasa kemanusiaan. Pendidikan islam berorientasikan pada internalisasi
pribadi siswa sehingga dapat teraktualisasi dalam kehidupannya. Mendidik
generasi menjadi insan yang berkehidupan islami. Guru merupakan jabatan
fungsional karena dia dituntut mempunyai disiplin ilmu tertentu yang bisa
diperoleh melalui lembaga pendidikan profesi. Lembaga profesi itu adalah sebuah
lembaga pendidikan keguruan. Di dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara
guru dan siswa. Dalam interaksi ini terdapat proses soft skill. Peristiwa dan
proses soft skill ini sangat perlu untuk dipahami dan menjadikan prilaku siswa
didik dengan tepat. Para guru sangat diharapkan memiliki bahkan dituntut untuk
mempraktikan soft skill dalam pembelajaran, sehingga siswa terbiasa untuk
berprilaku islami.
Hal ini sesuai dengan tujuan dari
pendidikan islam yaitu untuk membina dan membentuk prilaku atau akhlak peserta
didik dengan cara meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, serta
pengalaman peserta didik terhadap ajaran agama islam.[11] Sehingga setelah menyelesaikan
pendidikan, peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa
dan bernegara.hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam Al-Qur’an surat
Al-Hujurat ayat 13:
(13: إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عَندَ اللَّهِ أَتْقَـكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: Sesungguhnya
orang yang paling mulia di sisi allah Swt adalah orang yang paling taqwa
diantara kamu. (QS. Al-Hujarat: 13).
Tujuan dari pendidikan islam adalah untuk membentuk insan
kamil yang mulia di dunia dan di akhirat. Dalam hal ini guru berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan jangan
terabaikan. Karena pendidikan tidak bearti apa-apa tanpa kehadiran guru.
Pendidikan islam melalui soft skill menitik beratkan pada
kekuatan rohani yang bertujuan dengan kemampuan manusia menerima agama islam
yang inti ajarannya adalah keimanan dan ketaatan kepada Allah, tuhan yang maha
esa dengan tunduk dan patuh kepada nilai-nilai moralitas yang diajarkannya dengan
mengikuti keteladanan rasullullah. Manusia menjadi sasaran pendidikan islam
dilihat dari segi kehidupan individual dan segi kehidupan sosial selaku anggota
masyarakat.
Pendidik memiliki prilaku dan
kemampuan yang baik serta memadai untuk mengembangkan subjek didik. Karena
berkorelasi erat dengan subjek didik sesuai dengan kompetensi yang sudah dimilikinya.
Pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk membimbing anak yang belum dewasa
menuju kedewasaan, dalam arti sadar dan mampu memikul tanggung jawab atas
segala perbuatannya dan dapat berdiri diatas perbuatan yang telah dilakukan
sehingga menghasilkan output yang bersoft skill tinggi.
Alasan
mengenai peran kompetensi kepribadian
dan sosial sebagai soft skill. Kepribadian dan sosial lebih substantif
ketimbang profesional dan pedagogik. Jika kedua kompetensi soft skill tersebut
dimiliki guru, maka secara otomatis kompetensi profesional dan pedagogik akan
teratasi.
Pihak sekolah bukan hanya
mampu mencetak generasi-generasi yang intelektual dan berwawasan luas, tetapi
yang sangat penting adalah bagaimana mencetak generasi-generasi yang bermoral
tinggi dan berakhlak mulia. Inilah yang menjadi tugas utama bagi setiap sekolah
dimanapun berada
Mengutip opini Budi Jasman “Pendidikan yang bermoral merupakan
modal awal untuk membentuk karakter seorang manusia. Namun, banyak orang yang
mengabaikan begitu saja masalah ini, baik dari pihak orang tua, sekolah dan
pemerintah sekalipun. Padahal pendidikan morallah yang sangat utama dan paling
utama dalam proses belajar mengajar agar menjadi manusia yang berakhlak baik
dan mulia. Seseorang itu bukan saja dilihat dari segi sejauh mana kecerdasannya
tapi yang sangat diperhatikan adalah sejauh mana pendidikan moralnya, karena
orang cerdas belum tentu memiliki moral yang baik tapi orang yang memiliki
moral yang baik sudah tentu mempunyai kecerdasan yang tinggi. Banyak orang yang
cerdas, tapi sedikit orang yang mempunyai moral yang baik bahkan sangat sulit
kita temukan orang-orang seperti itu. Maka pendidikan yang bermoral sangat
penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah menjadi sentral
penting dalam membentuk karakter seorang pelajar yang bermoral. Pihak sekolah
juga menjadi salah satu yang akan menentukan baik atau buruknya seseorang
pelajar. Seorang guru itu bukan hanya menjelaskan mata pelajara yang
bersangkutan tetapi guru itu juga harus mengontrol sikap dan tingkah laku
seorang siswanya agar menjadi siswa yang bermoral. Guru yang baik adalah guru
yang mau memberikan suriteladan yang baik bagi anak didiknya. Namun sangat kita
sayangkan jika guru tidak mampu menjadi contoh teladan yang baik bagi siswanya.[12]
C. Asas-asas Budaya Sekolah Islami
Budaya adalah asumsi-asumsi
dasar dan keyakinan diantara para anggota kelompok atau organisasi. Fungsi utama
budaya sekolah adalah untuk memahami lingkungan dan menentukan bagaimana
orang-orang dalam organisasi merespon sesuatu, menghadapi ketidakpastian dan
kebingungan.
Budaya adalah pandangan hidup
yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berfikir,
prilaku, sikap, nilai-nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun
abstrak. Budaya dapat dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup,
dan cara hidup untuk melakukan penyesesuaian dengan lingkungan dan cara
memandang persoalan dan memecahkannya.[13]
Budaya diartikan sebagai
sikap mental dan kebiasaan lama yang sudah melekat dalam setiap langkah
kegiatan dan hasil kerja. Budaya merupakan produk lembaga yang berakar dari
sikap mental, komitmen, dedikasi, dan loyalitas setiap personel lembaga.[14] Diperlukan
perubahan budaya sekolah yang berfungsi untuk perbaikan berkelanjutan dengan
mempergunakan rencana terarah, pikiran sebagai dorongan, konsentrasi lebih
penting untuk mengubah. Konsep budaya sangat penting dalam lembaga pendidikan
karena bertolak dari orientasi manusia dan ketergantungan yang tinggi atas
budaya yang menentukan efektifitas hubungan interpersonal. Budaya bersifat
dinamis bukan statis, dorongan budaya bertolak dari visi sekolah mengenai apa
yang dapat dicapai dan strategi lembaga untuk memberi dorongan budaya untuk
melakukan perubahan. Perubahan budaya sekolah ditentukan oleh budaya yang
dikembangkan oleh kepala sekolah bersama dengan guru-guru. Gaya kepemimpinan
kepala sekolah, nilai-nilai masyarakat sekolah, ukuran organisasi, tantangan
dan perubahan akan mempengaruhi budaya organisasi sekolah. Untuk itu
kepemimpinan kepala sekolah akan menentukan corak perubahan budaya organisasi
sekolah.[15]
Secara khusus budaya sekolah adalah pola nilai-nilai, norma sikap, ritual dan
kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah.
Kepala sekolah adalah sebagai “the key person” sebagai keberhasilan
pelaksanaan otonomi sekolah. Kepala sekolah bertanggungjawab dalam mengelola
dan memberdayakan berbagai sumber yang tersedia untuk mewujudkan visi, misi,
dan tujuan sekolah. Kepala sekolah harus mampu berperan sebagai innovator, dan
motivator dalam pengembangan budaya islami di sekolah.
Nilai-nilai islami adalah
segala upaya menghindarkan diri dari segala perbuatan maksiat dan kemungkaran
yang menyebabkan murka Allah. Peran kepala sekolah dalam pengembangan budaya
sekolah yang islami adalah dengan membuat rumusan dari penjabaran visi dan misi
yang sudah ada. Peran kepala sekolah sebagai kunci keberhasilan yang mempunyai
peran sangat besar dalam hal ini yaitu berupa kebijakan dengan memasukkan
nilai-nilai islam dalam setiap kebijakannya.
Ada beberapa yang perlu
diperhatikan di dalam perkembanganya yang banyak mengalami periode yang cukup
panjang, mengenai pentingnya sebuah sekolah dan peran kepala sekolah adalah
sebagai berikut: (1) Kepala sekolah, dapat menjabarkan visi dan misi dan
membuat program yang jelas dan dapat dikuti oleh semua warga sekolah, (2) Pengembangan
budaya harus tetap mengacu kepada nilai-nilai ibadah dalam hubungannya dengan
Allah, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan sekitar, (3) Perlu adanya
komitmen yang tinggi dari warga sekolah, kesamaan persepsi dalam memajukan
sekolah, (4) Partisipasi masyarakat perlu terus ditingkatkan, (5) Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya
untuk bidang yang sama.
Pengetahuan seorang anak
dimulai dari orang tua dan masyarakat yang secara tidak langsung memberikan
berbagai pengetahuan dasar walau tidak sistematis. Sebuah sekolah tentunya
memiliki guru sebagai tenaga pendidik untuk menunjang sekolah yang islami. Guru
adalah sebuah profesi yang sangat mulia. Seorang guru harus mempunyai bekal dan
persiapan agar dapat menjalankan profesi dan risalahnya. Seorang guru harus
menguasai materi pelajaran dengan matang melebihi siswa-siswanya dan mampu
memberikan pemahaman kepada mereka dengan baik.
Bagi seorang guru mengajar
harus atas kemauannya sendiri (sukarela). Seorang guru harus mempunyai
pandangan jauh kedepan, cepat tanggap, dan dapat mengambil tindakan yang tepat disaat
kritis. Seorang guru juga harus memiliki kemampuan mengendalikan diri sendiri
dan orang lain. Guru juga harus menguasai cara-cara mengajar dan menjelaskan
supaya penyampain informasi dengan cara baik selama situasi pengajaran dan
pendidikan menuntutnya untuk memberikan hal itu.
Kompetensi guru perannya sangat
penting dalam proses belajar mengajar dan hasil belajar pada siswa bukan saja
ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi kurikulumnya. Akan tetapi
sebahagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing
para siswa. Guru yang berkompeten akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga
belajar para siswa berada pada tingkat optimal.[16]
Tentunya supaya berhasil
dalam mengemban peran sebagai guru, diperlukan adanya standar kompetensi bagi
guru. Hal ini dapat kita lihat berdaarkan UU Sisdiknas no 14. Tahun 2005
tentang guru dan dosen pada pasal 10, menentukan bahwa kompetensi guru itu
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional
dan kompetensi sosail.[17] Guru
harus melengkapi dan meningkatkan kompetensinya dengan kriteria-kriteria
kompetensi guru yang harus dimiliki seperti:
a. Kompetensi kognitif yaitu
kompetensi yang berkaitan dengan intelektual.
b. Kompetensi afektif yaitu
kemampuan bidang sikap, menghargai pekerjaan dan sikap dalam hal-hal yang
berkenaan dengan tugas dan profesinya.
c. Kompetensi psikomotorik yaitu
kemampuan guru dalam berbagai keterampilan atau berprilaku.[18]
Guru harus memenuhi
syarat-syarat penyampaian pelajaran yang baik, baik sewaktu memberikan
pengarahan atau pada saat menjelaskan satu mata pelajaran kepada siswanya.
Seorang pendidik tidak dapat mendidik anak didiknya agar mempunyai sifat mulia,
kecuali ia sendiri mempunyai sifat mulia. Artinya guru harus mempunyai contoh
yang baik dalam segala gerak-gerik kehidupannya, karena anak mengambil
keteladanan darinya lebih banyak dari pada kata-katanya.
Guru harus mempunyai
keteladanan. Zakiah Daradjat mengatakan bahwa “keteladanan pendidik terhadap
peserta didik merupakan kunci keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk
moral spiriatual dan sosial anak.[19]
Pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak yang akan dijadikan teladan
dalam kehidupannya. Jika pendidik jujur dapat dipercaya berakhlak mulia dan
menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan agama, maka siswa akan tumbuh
dalam kejujuran, akan terbentuk akhlak mulia dan juga adanya sikap menjauhkan
diri dari hal-hal yang bertentangan dengan agama.
Melihat tujuan pendidikan itu
sendiri adalah mengharapkan perubahan pada subjek didik setelah mengalami
proses pendidikan, baik dari segi tingkah laku individu maupun kehidupan
masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu itu hidup. Tujuannya adalah
memberikan arah bagi proses pendidikan, memberikan motivasi dalam aktivitas
pendidikan.
Pendidikan islam bearti pembentukan
pribadi muslim. Isi pribadi muslim itu ialah pengalaman sepenuhnya ajaran allah
dan rasulnya. Pendidikan muslim tidak akan tercapai dan terbina kecuali dengan
pengajaran dan pendidikan. Membina pribadi muslim adalah wajib, karena pribadi
muslim tidak akan mungkin terwujud kecuali dengan pendidikan.
D. Metode Soft Skill dalam Pendidikan Islam
Metode pembiasaan adalah untuk
merubah kebiasaan-kebiasaan yang negatif. Menjadikan kebiasaan itu sebagai
salah satu teknik atau metode pembelajaran. Lalu mengubah sifat-sifat baik
menjadi sebuah kebiasaan, membiasakan diri sehingga jiwa dapat menunaikan
kebiasaan itu tanpa terlalu payah tanpa menemukan banyak kesulitan. Tri Qurnati
menyebutkan bahwa usaha pembentukan kebiasaan yang dilaksanakan dalam proses
pendidikan tentulah yang mengarah kepada pembentukan kebiasaan positif. Chark
L. Hull berpendapat bahwa belajar merupakan usaha membentuk kebiasaan.[20]
Metode pendidikan islam adalah
cara yang paling tepat dilakukan oleh pendidik untuk menyampaikan bahan atau
materi pendidikan islam kepada anak didik. Metode ini mengemukakan bagaimana
mengolah, menyusun dan menyajikan materi pendidikan islam agar materi
pendidikan islam tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki oleh anak
didik.[21]
Metode pendidikan islam yaitu cara
dan segala apa saja yang dapat digunakan untuk menuntun atau membimbing dalam
masa pertumbuhan agar kelak menjadi manusia yang berkepribadian muslim yang
diridhai allah. Metode pendidikan islam mempunyai peranan penting sebab
merupakan jembatan yang menghubungkan pendidik dengan anak didik menuju tujuan
pendidikan islam, yaitu terbentuknya kepribadian muslim. Dilihat dari sisi
berhasil atau tidaknya pendidikan islam yang dipengaruhi oleh seluruh faktor
yang mendukung pelaksanaan pendidikan islam.
Metode pembiasaan adalah upaya
praktis dalam pembentukan dan persiapan. Dalam pembiasaan naluri anak-anak
sangat besar, maka hendaklah para orang tua memusatkan perhatian terhadap
anak-anak tentang kebaikan dan upaya membiasakannya sejak ia mulai memahami realita
kehidupan ini. Jika dibiasakan pada kebaikan dan diajarkan kebaikan kepadanya,
maka ia akan tumbuh pada kebaikan tersebut. Jadi pendidikan dengan pembiasaan
adalah pilar untuk pendidikan dan merupakan metode yang paling efektif dalam
membentuk soft skill.
Kebiasaan-kebiasaan baik yang
sesuai dengan jiwa ajaran agama akan dapat tertanam dengan mudah pada jiwa si
anak, apabila ibu dan bapak memberikan contoh dari sifat yang baik itu dalam
kehidupan sehari-hari karena anak-anak lebih cepat meniru dan mengerti. Jika
anak-anak mempunyai prilaku buruk maka anak-anak mengikuti kebiasaan bapak dan
ibu-ibu disekolah dan hal ini sangat berbahaya bagi pendidikan anak.
Untuk mengubah
kebiasaan-kebiasaan buruk yang diperoleh anak harus mengetahui landasan tempat
berpijak pembentukan kebiasaan buruk tersebut. Terkadang dasar bagi kebiasaan
buruk itu pengaruh emosional teman yang dicintainya atau sekelompok kawan yang
disukaiinya. Bisa saja sebagai titik lemah dalam kepribadiannya yang
menjadikannya menerima kebiasaan buruk itu. Guru harus mengobati kebiasaan itu
dengan kebaikan.
Hal ini sesuai dengan misi
pendidikan adalah untuk mengubah tingkah laku seseorang, dari berprilaku buruk
menjadi berprilaku baik. Salah satu cara membentuk prilaku adalah dengan
membentuk kebiasaan. Pembentukan kebiasaan dapat dilakukan dengan cara latihan,
meniru, mengulang-ulang perbuatan yang ingin dibiasakan, maka dapat dikatakan
bahwa budaya belajar dapat dibentuk dengan cara tersebut.[22]
Seorang guru mempunyai tugas
dan kewajiban yang harus dijalankan dan tidak mengharap sesuatu apapun, kecuali
mengharap ridha allah swt semata demi untuk membentuk generasi yang kuat dari
para pelajar remaja yang mana mereka adalah tunas umat di masa yang akan
datang.
Seorang guru harus menjadi
tauladan yang baik dan contoh yang mulia bagi para muridnya. Dia harus menjauhi
tingkah laku dan tindakan yang tidak sesuai dengan statuznya, menghindari dosa
kecil ataupun dosa-dosa lainnya. Bagi remaja yang sedang menuntut ilmu sangat
membutuhkan tauladan yang baik untuk dapat dijadikan figur dan diikutinya.
Seorang guru harus membalas
penghormatan para murid dan menanamkan kasih sayang yang membuat mereka senang
untuk berkumpul dengannya dan menjadikan pengganti orang tua di dalam lembaga
pendidikan tersebut. Hal ini membutuhkan kelembutan dan kesabaran seorang guru
atas murid-muridnya dan tidak menggunakan kekerasan terhadap mereka walaupun
diantara mereka ada yang lemah dalam menerima pelajaran.
Ada beberapa metode pembiasaan
dalam pendidikan islam diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Metode pembiasaan dengan nasehat
Metode pendidikan dengan cara
nasehat merupakan hal yang cukup berhasil dalam pembentukan akidah anak dan
mempersiapkan baik secara moral, emosional maupun sosial. Metode nasehat adalah
pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat. Hal ini
dikarenakan nasehat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membka
mata anak-anak.[23]
Nasehat adalah sesuatu yang membukakan
mata yang dapat mendorong untuk menuju situasi yang islami. Guru mempergunakan
metode nasehat untuk berbicara kepada anak serta mengajak keimanan dan
kebaikan. Agar para remaja mendapat hikmah[24] dari
para guru. Maka hendaklah mereka mengambil nasihat yang berguna dan menjadikan
para guru sebagai tauladan yang harus diikuti semua pengarahan dan tingkah laku
baik darinya.
Agar para siswa dapat mengambil
hikmah dari para guru, maka hendaknya mereka mengambil nasehat yang berguna dan
menjadikan para guru sebagai teladan untuk diikuti semua pengarahan dan tingkah
laku yang baik darinya. Oleh karena itu guru harus memiliki hikmah yang terealisasikan dalam perkataan dan perbuatan.
Seperti halnya kisah Luqman al
Hakim bukan hanya khusus baginya dan juga bukan hanya sekedar kabar cerita yang
tidak berguna, akan tetapi cerita ini merupakan metode bagi setiap orang tua
dalam kehidupan serta menjadi teladan yang turun temurun setiap masa.
Artinya: Hai anakku, dirikanlah
shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
(QS Luqman: 17)
Ayat ini merupakan salah satu
metode pembinaan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Metode tersebut adalah dengan
cara memberi nasehat, menerangkan tentang suatu perbuatan, kemudian menjelaskan
akibat yang akan ditimbulkan.
Nasehat merupakan metode yang
efektif supaya diterapkan dalam pembinaan anak dalam lingkungan sekolah. Metode
ini sangat penting dalam pendidikan, pembinaan keimanan, mempersiapkan modal,
spiritual dan sosial anak adalah pendidikan dengan pemberian nasihat ini dapat
membukankan mata anak-anak pada hakikat sesuatu, dan mendorongnya menghiasi dengan
akhlak mulia.
Ada beberapa teori pembiasaan:[25]
1.
Teori Pembiasaan Klasikal (Classical Conditioning)
Teori ini berkembang
berdasarkan hasil experimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov, seorang ilmuan
berkebangsaan Rusia. Teori ini merupakan sebuah prosedur penciptaan reflek baru
dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya reflek tersebut. Penaman
classical diawal pada nama teori ini dipergunakan untuk menghargai karya Pavlo
yang dianggap paling dahulu dibidang conditioning (upaya pembiasaan) dan juga untuk
membedakan dengan teori lainnya.
Dalam exsperimennya, Pavlo
menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan antara conditioned stimulus (CS),
unvonditioned stimulus (UCS). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan
respon yang dipelajari, sedangkan respon yang dipelajari itu sendiri disebut
CR. Adapun UCR bearti rangsangan yang menimbulkan respon yang tidak dipelajari,
dan respon yang tidak dipelajari itu disebut UCR.
Experimen pavlo adalah
Anjing percobaan Pavlo diikat
sedemikian rupa dan pada salah satu kelenjar air liurnya diberi alat penampung
cairan yang dihubungkan dengan pipa kecil. Kemudian dilakukan exsperimen berupa
pemberian latihan pembiasaan mendengarkan bel (CS) bersama-sama dengan
pemberian makanan berupa serbuk daging (UCS). Setelah latihan yang
berulang-ulang ini selesai, suara bel tadi (CS) didengarkan lagi tanpa disertai
makanan (UCS). Apakah yang terjadi ? ternyata anjing percoba tadi mengeluarkan
air liur juga (CR), meskipun hanya mendengarkan suara bel (CS). Jadi, CS akan
menghasilkan CR apabila CS dan UCS telah berkali-kali dihadirkan bersama-sama.
Dengan perkataan lain, pembiasaan akan muncul apabila dilakukan secara
berulang-ulang.
Berdasarkan eksperimen diatas,
semakin jelas bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya
hubungan antara stimulus dan respon.
Selanjutnya kesimpulan yang dapat ditarik dari experimen Pavlo adalah
apabla stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat
(UCS), stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respon
atau perubahan yang kita kehendaki.
Teori Pavlo jika diterapkan
dalam kegiatan belajar maka banyak kelemahanya. Diantara kelemahannya adalah :
(1) percobaan dalam laboratorium berbeda dengan keadaan sebenarnya. (2) pribadi
seseorang (cita-cita) kesanggupan, minat, emosi dan sebagainya dapat
mempengaruhi eksperimen. (3) respon mungkin dipengaruhi oleh stimulus yang
tidak dikenal atau tidak bisa diramalkan lebih dahulu, stimulus manakah yang
menarik perhatian seseorang. (4) teori sangat sederhana dan tidak memuaskan
utuk menjelaskan segala seluk belum belajar ternyata sangat komplek.
2.
Teori Pembiasaan Perilaku Respon
Teori pembiasaan belajar ini
merupakan teori paling muda dan masih sangat berpengaruh di kalangan ahli
psikologi. Pencipta teori ini adalah Burrhus Frederic Skinner. Operant
conditioning adalah sejumlah prilaku atau respon yang membawa efek yang sama
terhadap lingkungan yang dekat. Berbeda dengan responden conditioning yang
responnya didatangkan oleh stimulus tertentu. Respon dalam operant terjadi
tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh
reinforce. Reinforce itu sendiri sesungguhya adalah stimulus yang meningkatkan
kemungkinan timbulnya sejumlah respon tertentu, akan tetapi tidak disengaja
diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam clasiccal responden
conditioning.
Dalam rumusan teorinya, Skinner
melakukan percoabaan terhadap seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti
yang dikenal dengan “Skinner Box”. Peti yang digunakan sebgai sangkat tikus,
terdiri atas dua macam komponen pokok yaitu manupuladum dan alat pemberi
reinforcement antara lain berupa wadah makanan. Manipulandum adalah komponen
yang dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini
terdiri atas tombol, batang jeruji dan pengungkit.
Dalam eksperimen tadi,
mula-mula tikus itu mengekplorasi sangkar dengan cara lari kesana dan kemari,
mencium benda-benda yang ada disekitarnya, mencakar dinding dan sebagainya.
Aksi-aksi seperti ini disebut emmited behavior (tingkah laku yang terpancar),
yaitu tingkah laku yang terpancar dari organisme tanpa memerlukan stimulus
tertentu.
1. Metode Pembiasaan dengan Pengawasan
Pengawasan dalam lingkungan
pendidikan adalah sangat penting karena pengawasan adalah mencurahkan memperhatikan
dan senantiasa mengikuti perkembangan anak remaja dalam pembinaan akidah moral
persiapan spiritual dan sosial.
2. Metode Melalui Contoh Teladan
Pembinaan dapat dilakukan
dengan memberi contoh teladan yang baik pada anak. Metode teladan yang baik
pada anak. Metode keteladanan paling berpengaruh dalam mempersiapkan dan
membentuk moral anak. Hal ini karena pendidik adalah contoh terbaik dalam
pandangan anak, yang ditirunya dalam jiwa dan perasaan baik material atau
spiritual, diketahui ataupun tidak diketahui.
Pembinaan anak melalui contoh
teladan dengan memberikan contoh teladan yang baik terhadap anak. Melalui
contoh teladan ini si anak dapat meniru dan mengikuti perbuatan baik yang
dilakukan orang tua, hal ini akan membekas dalam jiwa anak sehingga setelah dia
dewasa cenderung melakukan perbuatan yang baik dalam segala aspek kehidupannya.
Seorang anak yang tidak dididik kepada hal yang baik diwaktu kecil, maka akan
sulit dididik di waktu dewasa.
Disini bisa dilihat bahwa
tindakan dan sikap pendidik sangat memberi warna pada pola pertumbuhan pribadi
anak, bahkan sebaliknya dapat pula membentuk nilai positif sebagai anak yang
berkepribadian saleh, berbudi dan penuh rasa tanggung jawab.
Aspek pembinaan terpenting bagi
anak adalah pembinaan keagaamaan yang terutama dibina adalah keimanan atau
aqidahnya.[26]
Pendidik harus menerangkan kepada anak agar tidak mempersekutukan allah, karena
perbuatan mempersekutukan allah adalah merupakan kezaliman yang besar.
Metode keteladanan menjadi
faktor penting dalam baik buruknya anak. Jika pendidik jujur dapat dipercaya,
berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dengan kejujuran, terbentuk
dengan akhlak mulia, keberanian dalam sikap yang menjauhkan diri dari
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama.
M. Nasir Budiman mengatakan
bahwa ada dua cara yang dapat dilakukan untuk metode uswah yaitu pertama dengan
olah fikir dimana subjek didik diperkenalkan sejumlah perilaku atau sikap luhur
yang dimiliki oleh rasulullah. Dengan prilaku atau sikap luhur mereka dapat
termotivasi untuk meneladaninya. Kedua melalui olah perbuatan, dimana guru
berprilaku sebagaimana perilaku rasulullah, untuk memperlihatkan konsistensi
antara apa yang disampaikan kepada mereka dengan sikap atau prilaku guru dalam
keseharian.[27]
3. Membiasakan Anak Melakukan yang Baik
Membiasakan anak
melakukan hal-hal yang baik, melalui pembiasaan pendidikan dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak akan membentuk budi pekerti dan etika luhur. Pembiasaan
adalah upaya dalam pembentukan pembinaan serta persiapan. Usaha melaksanakan
pembinaan yang baik dilakukan oleh guru
supaya anak menjadi orang yang baik dan terhindar dari perbuatan maksiat.
Metode pendidikan islam
dituntut membiarkan anak didik untuk berkembang sesuai dengan fitrahnya.
Sesekali waktu dianjurkan untuk menguasai, mengawasi, dan membatasi anak agar
tidak terjerumus pada perbuatan salah, agar dapat memacu, menimbulkan semangat
beramal, dan berlomba-lomba dalam mencari kebajikan. Kegiatan dalam
melaksanakan kegiatan dibidang pendidikan adalah
mendidik anak dengan cara memberikan kebebasan kepada anak didik sesuai dengan
kebutuhan.[28]
Pemberian kebebasan disini dalam artian tidak mutlak,
melainkan dalam batas-batas tertentu sesuai dengan kebutuhan, sebab anak adalah
objek yang masih dalam proses pertumbuhan dan belum memiliki kepribadian yang
kuat. Ia belum dapat memiliki kepribadian yang kuat. Ia belum dapat memilih
sendiri terhadap masalah yang dihadapi, karena itu memerlukan petunjuk guna
memilih alternatif dari berbagai alternatif yang ada.
Pendidik juga harus bersifat tegas sesuai dengan
kebutuhan yaitu bilamana kebebasan yang diberikan itu disalahgunakan seperti
anak berbuat semaunya sendiri sampai-sampai meninggalkan ibadah shalat, maka
pendidik harus berusaha keras untuk meluruskan perbuatan salah itu.
4. Mendidik Anak
dengan Pendekatan
Perasaan dan Akal
Pikiran
Setiap
orang cinta dan sayang kepada anak keturunannya dan berusaha dengan segala
kemampuannya untuk mendidik anaknya agar kelak menjadi orang yang baik dan
berguna. Karena itulah maka para nabi dari zaman ke zaman selalu berdoa agar
mereka dikaruniai anak yang saleh dan yang dapat melanjutkan perjuangannya.
Tiap
orang tua mempunyai naluri cinta dan kasih sayang kepada anaknya. Cinta dan
kasih itu sedemikian rupa adanya, sehingga setiap orang tua dengan suka rela
mengorbankan segala apa yang ada pada mereka untuk kepentingan anaknya. Setiap orang tua terbawa oleh pertalian darah dan
turunan yang dipertautkan dalam suatu ikatan (unsur) yang paling erat dengan
anaknya yang tidak terdapat pada hubungan-hubungan yang lain. Hubungan ini
disebut sebagai naluri (instict).
5.
Pendidikan Melalui Teladan
Pendidikan melalui teladan
merupakan salah satu teknik pendidikan yang efektif dan sukses.
Adapun keteladanan rasulullah
Saw dalam hal ibadah dan akhlak, maka keduanya berada dalam puncak tertinggi.
Manusia menemukan ibadah rasulullah dan akhlaknya yang universal sebagai contoh
dan pelita penerang yang abadi sepanjang masa. Seperti halnya sebuah hadist
mengena keteladanan imam Bukhari dan Muslim meriwatkan dari Mughirah bin
Syu’bah r.a :[29]
Rasululullah Saw selalu bangun
malam (shalat tahajud) sehingga kedua kakinya bengkak. Ketika dikatakan
kepadanya, bukankah allah telah mengapuni dosa-dosa engkau yang terdahulu dan
akan datang?. Rasulullah saw bersabda, “ apakah tidak patut aku menjadi seorang
hamba yang bersyukur” ?.
Keutamaan akhlak yang dimanifestasikan
dalam keteladanan yang baik, adalah faktor terpenting dalam upaya memberikan
pengaruh terhadap hati dan jiwa.[30]
Karenanya demi keberhasilan dunia pendidikan dan tertanam secara meluas dunia
pemikiran, perlu ada teladan yang baik. Harus ada contoh yang baik, yang
menarik perhatian, dan akhlak utama yang dianut oleh masyarakat.
Rasulullah saw selalu
memberikan pelajaran kepada siapa saja yang bertugas dalam pendidikan dengan
memberikan teladan yang baik dalam segala hal, sehingga dijadikan cermin,
tuntunan yang membekas dalam diri anak-anak dengan perilaku yang terpuji,
nasehat yang berbekas, perhatian yang terus menerus dan ajaran yang bijak serta
menyeluruh.[31]
Memberikan teladan yang baik
dalam pandangan islam merupakan metode pendidikan yang paling membekas pada
anak didik. Anak akan tumbuh dalam kebaikan, akan terdidik dalam keutamaan
akhlak.
Pendidik dengan memberikan
teladan yang baik adalah penompang dalam upaya meluruskan kenakalan anak.
Bahkan merupakan dasar dalam meniignkatkan keutamaan, kemuliaan, dan etika
sosial yang terpuji. Tanpa memberikanteladan yang baik pendidikan anak-anak tidak
akan berhasil dan nasehat tidak akan berpengaruh.[32]
6.
Pendidikan Melalui Nasehat
Di dalam jiwa terdapat
pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar. Pembawaan itu
biasanya tidak tetap dan karena itu kata-kata harus diulang-ulang. Nasihat yang
berpengaruh, membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan.
Ia menggerakkannya dan mengoncangkan isinya selama waktu tertentu. Nasihat yang
jelas dapat dipegangi ialah nasihat yang dapat menggantungkan perasaan dan
tidak membiarkan perasaan itu jatuh ke dasar bawah dan mati tidak bergeral.
7.
Mendidik anak secara
informal
Islam memerintahkan kepada umatnya untuk mendidik anaknya
agar kelak menjadi manusia yang saleh, takwa kepada allah dan hidup didunia dan
akhirat, pendidikan dalam keluarga umumnya dilakukan secara informal, yaitu
pendidikan yang tidak menggunakan perencanan, kurikulum, jam pelajaran dan
lain-lain, semuanya dilakukan dengan santai tanpa dibatasi oleh tempat maupun
waktu.dan diharapkan keberhasilan pendidikan tersebut sesuai dengan yang
dicita-citakan.
Awal perkembangan islam, umat
islam sudah menyelenggarakan pendidikan formal. Metode pendidikan islam itu
adalah:
8.
Pendidikan melalui hukuman
9.
Apabila teladan dan nasihat tidak mempan, maka waktu itu harus diadakan
tindakan tegas yang dapat meletakan persoalan di tempat yang benar. Tindakan
tegas itu adalah hukumna. Hukuman sesungguhnya tidak mutlak diperlukan. Ada
porangn yang cukup dengan teladan dan nasihat saja, sehingga tidak perlu
hukuman baginya. Tetapi manusia tidak sama seluruhnya. Ada diantara mereka
perlu dikerasi sekali-kali dengan hukuman.
Pengetahuan awal seorang anak
bermula dari orang tua dan masyarakat secara tidak langsung memberikan berbagai
pengetahuan dasar walaupun secara tidak sistematis. Pengetahuan itu diperoleh
anak dari berbagai cara, diantaranya melalui peniruan, pengulangan. Namun
perang agama tetap utama dan istimewa karena bagaimanapun segala penyerapan
pengetahuan pada diri anak harus tetap berpedoman pada konsep pendidikan yang
bertujuan menghambakan diri kepada Allah dan memiliki materi atau prilaku yang
membawa manusia pada penyerahan diri terhadap syariat allah yang diturunkan
kepada rasulnya serta dipelihara dan diamalkan oleh generasi sesudahnya.[33]
Seorang guru bisa memberi
hadiah kepada siswa-siswanya yang rajin dan berprestasi dengan beberapa hadiah
atau cendera mata islami yang membawa manfaat kepada mereka di dunia dan
akhirat, misalnya membagikan buku-buku
islami atau membagikan kaset islami. Siswa yang menerima hadiah tersebut
akan bangga dengan hadiah dari gurunya. Sehingga ia akan berusaha mengambil
manfaat dari hadiah tersebut. Hadiah membawa dampak yang baik, yaitu
menumbuhkan rasa cinta allah.
Apakah akhlak dapat dibentuk?.
Menurut Mansur Ali Rajab mengatakan akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa
manusia sejak lahir.[34]
Akhlak adalah pembawaan dari manusia itu sendiri yaitu kecenderungan kepada
kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri
manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cenderung
kepada kebenaran.[35]
Akhlak itu akan tumbuh dengan sendirinya walaupun tanpa dibentuk atau
diusahakan.
Teladan yang baik lagi shalih
termasuk sarana terpenting yang memiliki pengaruh pada jiwa, mudah berhasil
dalam mendidik anak dan menyiapkan sebagai makluk pribadi dan masyarakat.
Karena seorang pendidik adalah contoh paling tinggi bagi anak, akan akan tetap
mengikuti prilakunya, akhlaknya baik sengaja ataupun tidak. Karena perilaku
merupakan cerminan berfikirnya.
Bila seorang pendidik benar
dalam perkataannya, dan dibuktikan dalam perbuatannya anak akan tumbuh dengan
semua prinsip-prinsip pendidikan yang tertancap dalam pikirannya.
Dengan adanya teladan, seorang
anak akan belajar shalat dan menekuninya ketika melihat. Dia akan tekun
menunaikannya disetiap waktunya, demikian juga ibadah-ibadah yang lainnya.
Dengan adanya panutan, seorang anak akan terbiasa mengerjakan segala hak secara
sempurna, seperi hak tetangga dan hak kerabat.
Dengan adanya panutan seorang
anak akan tumbuh dengan sifat-sifat terpuji dan baik yang didapatnya dari
keluarga dan gurunya. Seorang pendidik seharusnya menjadi panutan yang baik
bagi anak-anaknya agar mereka bisa mengikutinya.
Al-qur’an telah mengingatkan
para pendidik mengenai buruknya sikap tersebut.
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ
Artinya: Mengapa kalian
menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kalian melupakan diri
(kewajiban)mu sendiri, padahal kalian membaca Al Kitab (Taurat)? Maka mengapa
kalian tidak menggunakan akal (Al-Baqarah: 44)
Aturan dalam islam dalam
mendidik anak sangat menekankan contoh teladan yang baik, dan memerintahkan
kepada seorang pendidik untuk mengambil contoh dari nabi saw.
[1] M. Nasir Budiman, Pendidikan Moral
Qur’ani (Strategi Belajar-Mengajar dan Evaluasi pada MAN se Daerah Istimewa
Aceh, (Yogyakarta: Disertasi IAIN Sunan Kalijaga, 1996), hal. 25.
[5] Siti Hawa, Nilai-nilai
Pendidikan dalam Hikayat Hasan Husein Karya Medya Hus, (Darusalam-Banda
Aceh: IAIN Ar-Raniry Tesis, 2012), hal. 11.
[6] M. Nasir Budiman, Pendidikan Moral Qur’ani (Strategi Belajar-Mengajar dan Evaluasi pada
MAN se Daerah Istimewa Aceh, (Yogyakarta: Disertasi IAIN Sunan Kalijaga,
1996), hal. 5.
[8] Tempo, 20 Mei 2007. http://matsahudi.blogspot.com/2011/05/kompetensi-lunak-soft-skill-competency.html
[9] Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, (Jakarta: P.D Aksara, 1969), hal. 76.
[10] Depdikbut, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hal 149.
[11] Ahmed Nasir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 1994), hal. 72.
[14] Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah
Teori, Model, dan Aplikasi, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
2003), hal. 201..
[15]Syafaruddin, Manajemen
Mutu Terpadu Dalam Pendidikan Konsep, Strategi, dan Aplikasi, (Jakarta: PT
Gramedia Widiasaarana Indonesia, 2002), hal 98-99.
[16] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2006), Cet, ke 4, hal. 36.
[17] Asrorun Niam, Membangun
Profesionalitas Guru, (Jakarta: Elsasa, 2006), hal. 162.
[18] Nana Sudjana, Dasar-dasar
proses belajar mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1989), hal. 8.
[19]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1984), hal. 81
[20] Tri Qurniati, Budaya Belajar dan Keterampilan Berbahasa
Arab di Dayah aceh Besar, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2007), cet I, hal.
56
[21]Sudiyono, Ilmu
Pendidikan Islam jilid I, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 11
[22] Tri Qurniati, Budaya Belajar dan Keterampilan Berbahasa
Arab di Dayah aceh Besar, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2007), cet I, hal.
59-60.
[23] Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta:
Pustaka Amani, 1999), cet. II, hal. 209.
[24]Hikmah yang penulis maksudkan adalah kepahaman dan
ilmu serta kelembutan dalam berbicara.
[25] Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam (Berbasis Integrasi dan Kompetensi), (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2005), hal 64.
[26] Fauzi Saleh, dkk, Pendidikan Islam Solusi Problematika Modern
Metode pembinaan Anak pada Masa Pubertas, (Banda Acceh: Pena, 2007), cet I,
hal. 17
[27] M. Nasir Budiman, Pendidikan Moral Qur’ani (Strategi Belajar-Mengajar dan Evaluasi pada
MAN se Daerah Istimewa Aceh, (Yogyakarta: Disertasi IAIN Sunan Kalijaga,
1996), hal. 47-48.
[29]Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), cet.
II, hal.147
[30] Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), cet.
II, hal.171 .
[31]Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), cet.
II, hal.177-179.
[32] Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta:
Pustaka Amani, 1999), cet. II, hal. 184.
[33]
Abdurahman An Nahlawi, Pendidikan Islam
di Rumah Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta:
Gema Inasani, 1995), hal. 146
[35] Abuddin Nata, Akhlak
Tasawuf,
..., Hal. 156.
Komentar
Posting Komentar